Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepadapengikutnya dalam
upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari
kepemimpinan adalah “melakukanya dalam kerja” dengan praktik seperti pemagangan
pada seorang senima ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang
ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.
Kepemimpinan adalah
kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan
sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Sedangkan
kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan
pap yang diinginkan pihak lainnya.”The art of influencing and directing
meaninsuch away to abatain their willing obedience, confidence, respect, and
loyal cooperation in order to accomplish the mission”. Kepemimpinan adalah
seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk
memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk
menyelesaikan tugas (Field Manual 22-100).
Stogdill (1974)
menyimpulkan bahwa banyak sekali definisi mengenai kepemimpinan,
dan diantaranya memiliki beberapa unsur yang sama.
Menurut Sarros dan Butchatsky
(1996), istilah ini dapat didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan
tujuan tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk
mencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan
organisasi.
Sedangkan menurut
Anderson (1988), “leadership means using power to influence the
thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance”.
Berdasarkan definisi-definisi di
atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain :
·
Kepemimpinan berarti melibatkan orang atau
pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan
atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin.
Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, tidak akan ada
pimpinan.
·
Seorang pemimpin yang efektif adalah
seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah
pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Para pemimpin dapat
menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk
mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.
·
Kepemimpinan harus
memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance),
keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan
pada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk
meyakinkan orang lain (communication) dalam membangun organisasi.
Tipe-tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan akan identik dengan gaya
kepemimpinan seseorang. Tipe kepemimpinan yang secara luas dikenal dan diakui
keberadaannya adalah :
1. Tipe
Otokratik
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik
memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai
karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang
egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa
yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan.
Dengan egoismenya, pemimpin otokratik
melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan
organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya
bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan persepsi yang
demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai organisasional
yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian
tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik akan
menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya dalam bentuk
2. Tipe
Paternalistik
Persepsi seorang pemimpin yang
paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan
diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan
agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak
dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan
perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.
Pemimpin yang paternalistik mengharapkan
agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang
dominan dalam kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin
paternalistik menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan.
Nilai tersebut mengejawantah dalam sikapnya seperti kebapakan, terlalu
melindungi bawahan. Sikap yang demikian tercermin dalam perilakunya berupa
tindakannya yang menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang mengetahui segala
kehidupan organisasional, pemusatan pengambilan keputusan pada diri pemimpin.
Dengan penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada kebersamaan,
gaya kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung, kebapakan dan guru.
3. Tipe
Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik memiliki
karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu
memperoleh pengikut yang sangat besar dan para pengikutnya tidak selalu dapat
menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pengikutnya
tidak mempersoalkan nilai yang dianut, sikap, dan perilaku serta gaya
4. Tipe
Laissez Fair
Persepsi seorang pemimpin yang laissez
faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa
anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan
yang berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peran yang
pasif dan membiarkan organisasi berjalan
Nilai yang dianutnya biasanya bertolak
dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas,
mempunyai kesetiaan, taat pada norma.
Nilai yang tepat dalam hubungan atasan
–bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar.
Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya
permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada
tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan
hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya akan
dicirikan oleh .
5. Tipe
Demokratik
Ditinjau dari segi persepsinya, seorang
pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan
integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya
adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari
bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara
jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan
organisasi.
Seorang pemimpin yang demokratik melihat
bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin
kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang
manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan
bawahannya, misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak
peran serta bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang
besar.
Teori-teori
Kepemimpinan
Dalam suatu kepemimpinan, tentu di pada dasarnya dada teori yang menjadi
dasar terbentuknya kepemimpinan. Berikut ini, merupakan 4 teori kepemimpinan :
- Teori Great Man dan Teori Big
Bang
- Teori Sifat (Karakteristik)
Kepribadian
- Teori Perilaku (Behavior
Theories)
- Teori Kontingensi atau Teori
Situasional
Dan berikut penjelasan masing-masing teori :
1. Teori Great Man dan Teori Big Bang
Dalam teori Great Man dan Big Bang, suatu kepemimpinan merupakan bakat atau
bawaan yang sudah muncul sejak seseorang dilahirkan ke dunia.Bennis & Nanus
(1990) menjelaskan bahwa teori ini berasumsi pemimpin bukan diciptakan, tetapi
melainkan dilahirkan.
Kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses
pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat
untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Seperti istilah “Asal Raja Menjadi
Raja”.
Suatu peristiwa besar bisa menciptakan seseorang menjadi pemimpin. Seorag
pemimpin mampu mengintegrasikan antara situasi dan pengikut. Dan situasi
merupakan peristiwa besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan,
reformasi dll. Dalam hal ini, pengikut adalah orang yang menokohkan seseorang
dan bersedia patuh dan taat.
2. Teori Sifat (Karakteristik) Kepribadian / Trait Theories
Dalam teori ini, seseorang dapat menjadi pemimpin apabila memiliki sifat
yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin. Dan titik tolak teori ini
menyebutkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat
kepribadian baik secara fisik maupun psikologis. Keefektifan pemimpin
ditentukan oleh sifat, perangai atau ciri kepribadian yang bukan saja
bersumber dari bakat, tapi dari pengalaman dan hasil belajar.
Tetapi, di dalam Teori Sifat, terdapat kelemahan sebagai berikut : tidak
selalu ada relevansi antara sifat-sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas
kepemimpinan, situasi dan kondisi tertentu yang ternyata memerlukan sifat
tertentu pula berbeda dari yang lain.
3. Teori Perilaku (Behavior Theories)
Disebutkan di dalam teori ini, bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat
tergantung pada perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpina. Gaya
atau perilaku kepemimpinan tampak dari cara melakukan pengambilan keputusan,
cara memerintah (instruksi), cara memberikan tugas, cara berkomunikasi, cara
mendorong semangat bawahan, cara membimbing dan mengarahkan, cara menegakkan
disiplin, cara memimpin rapat, cara menegur dan memberikan sanksi.
Berikut ini merupakan bagian dari Teori Perilaku :
- Teori X dan Y
- Studi Kepemimpinan Universitas
IOWA
- Studi Kepemimpinan Universitas
OHIO
- Studi Kepemimpinan Universitas
Michigan
- Managerial Grid
- Empat Sistem Manajemen Likert
4. Teori Kontingensi atau Teori Situasional
Teori Kontingensi atau Teori Situasional ini menyebutkan bahwa resistensi
atas teori kepemimpinan sebelumnya yang memberlakukan asas-asas umum untuk
semua situasi. Teori ini berpendapat bhw tidak ada satu jalan (kepemimpinan)
terbaik untuk mengelola dan mengurus satu organisasi.